Pendahuluan
Karya
sastra yang secara majazi merupakan hasil dari kekuatan nalar dan imajinasi
tinggi yang begitu kreatif akan tertuang dalam bentuk karya sastra dengan
tahapan cipta dan karsa. Bila dikorelasikan dengan sastra, pada intinya proses eksplorasi
daya cipta dan fikiran memiliki pengaruh kepada karya sastra yang diciptakan,
sehingga unsur-unsur kejiwaan akan mempangruihi terciptanya suatu karya sastra
baik dari dampak emotif maupun motif.
Sehingga metodologi studi sastra adalah bagaimana cara
kita memahami semua aspek-aspek yang merupakan hasil dari seni kreasi manusia
dan berguna untuk memberikan keindahan dan kelembutan dalam hubungan
nilai-nilai sebuah karya sastra.
Disini penulis ingin menguraikan beberapa pembahasan yang
berkaitan dengan sastra sebagai ilmu. Dimulai dari sejarah perkmbangan sastra,
ruang lingkup ilmu sastra, metodologi studi sastra. Sehingga penulis
mengharapkan pembaca dapat memahami secara singkat tentang sejarah singkat ilmu
sastra hingga perkembangannya sekarang dan peran serta islam dalam perkembangan
sastra.
I.
Sejarah perkembangan
sastra sebagai ilmu
Seni telah lama berkembang. Bidang ini juga
menjadi bagian dalam perkembangan peradaban Islam. Salah satunya adalah
penulisan sastra. Banyak sastrawan bermunculan dengan berbagai karya mereka. Di
sisi lain, seni musik pun mendapatkan ruang dan para musisi diberi kesempatan
untuk mengembangkan potensinya.
Sastra mulai berkembang saat pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Puncaknya, termasuk dalam perdagangan, terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah
Harun Al Rasyid dan putranya, Al Ma’mun. Para sastrawan masa itu banyak
melahirkan karya besar. Bahkan, mereka juga memberikan pengaruh besar terhadap
perkembangan sastra pada masa pencerahan di Eropa.
Philip K Hitti dalam bukunya History of The Arabs mengatakan, pada
masa itu sastra mulai dikembangkan oleh Abu Uthman Umar bin Bahr Al Jahiz. Ia
mendapatkan julukan sebagai guru sastrawan Baghdad. Al Jahiz dikenal dengan
karyanya yang berjudul Kitab Al Hayawan atau Kitab Hewan. Ini merupakan sebuah
antologi anekdot binatang, perpaduan rasa ingin tahu antara fakta dan fiksi. Ia
pun menulis karya lain, Kitab Al Bukhala, yang merupakan kajian tentang
karakter manusia.
Perkembangan sastra ini kemudian terus berlanjut hingga mencapai
masa puncaknya pada sekitar abad ke-10. Bermunculan nama-nama sastrawan yang memiliki pengaruh besar,
yaitu Badi Al Zaman Al Hamadhani, Al Tsa’alibi dari Naisabur, dan Al Hariri. Al
Hamadhani dikenal sebagai pencipta maqamat, sejenis anekdot yang isinya
dikesampingkan oleh penulisnya untuk mengedepankan kemampuan puitisnya. Namun,
dari sekitar 400 yang ditulisnya, hanya ada 52 yang masih bisa ditelusuri
jejaknya.
Seorang sastrawan lainnya, Al Hariri, lebih jauh mengembangkan
maqamat. Ia menjadikan karya-karya Al Hamadhani sebagai model. Melalui maqamat
ini, baik Al Hamadhani dan Al Hariri, menyajikan anekdot sebagai alat untuk
menyamarkan kritik-kritik sosial terhadap kondisi yang ada di tengah
masyarakat.
Menurut Philip K Hitti, sebelum maqamat berkembang, ada sastrawan
yang merupakan keturunan langsung Marwan, khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah.
Sastrawan itu bernama Abu Al Faraj Al Ishbahani. Ia lebih dikenal dengan
panggilan Al Ishfahani. Abu Al Faraj tinggal di Aleppo, Suriah, untuk
menyelesaikan karya besarnya, Kitab Al Aghni. Ini merupakan sebuah warisan
puisi dan sastra yang berharga. Buku ini juga dianggap sebagai sumber utama
untuk mengkaji peradaban Islam.
Sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun, menyebut karya Abu Al Faraj
sebagai catatan resmi bangsa Arab. Bahkan, saking berharganya karya itu,
sejumlah figur ternama dalam pemerintahan, seperti Al Hakam dari Andalusia,
mengirimkan seribu keping emas kepada Abu Al Faraj sebagai hadiah. Sebelum
pertengahan abad ke-10, draf pertama dari sebuah karya yang kemudian dikenal
dengan Alf Laylah wa Laylah (Seribu Satu Malam) disusun di Irak. Acuan utama
penulisan draf ini dipersiapkan oleh Al Jahsyiyari.
Awalnya, ini merupakan karya Persia klasik, Hazar Afsana. Karya
itu berisi beberapa kisah yang berasal dari India. Lalu, Al Jahsyiyari
menambahkan kisah-kisah lain dari penutur lokal. Sastrawan lain yang kemudian
muncul pada masa Abbasiyah adalah Abu Al Tayyib Ahmad Al Mutanabbi. Banyak
kalangan menganggap bahwa ia merupakan sastrawan terbesar.
Abu al-’Ala al-Ma’arri yang hidup antara 973 hingga 1057 Masehi
merupakan sosok lainnya. Ia menjadi salah satu rujukan para sarjana Barat.
Puisi-puisi yang ia ciptakan menunjukkan adanya perasaan pesimis dan skeptisme
pada zaman ia hidup. Perkembangan sastra ini juga memberikan pengaruh kepada
Spanyol.
Dalam konteks ini, tak ada penulis Barat yang mengungkapkan
ketertarikan Eropa terhadap sastra Arab dalam bentuk yang lebih dramatis dan
puitis dibandingkan penyair asal Inggris William Shakespeare. Hal menarik yang
diciptakan Shakespeare adalah Pangeran Maroko yang merupakan salah satu tokoh
agung dalam The Merchant of Venice. Pangeran Maroko dibuat dengan meniru Sultan
Ahmed al-Mansur yang agung yang menunjukkan martabat kerajaan.
II.
Objek kajian sastra
Objek kajian sastra dalam penelitian kesusastraan sesungguhnya begitu
komperhensif. Barangkali juga, selama manusia memerlukan sastra, selama itu
pula terbuka peluang bagi siapa pun untuk melakukan penelitian terhadap
berbagai aspek yang berkaitan dengan keberadaan sastra.
Sedangkan Objek
kajian dari Sastra Muslim terdiri dari dua aspek, yakni 1) teks [tulisan
dan lisan dengan berbagai variasinya], dan 2) aktivitas bersastra [proses
kreatif dan perform]. Oleh karena itu, wilayah kajian sastra muslim terkait
dengan dua aspek di atas. Sebagian pakar membagi wilayah kajian sastra [muslim]
menjadi tiga aspek yakni a) sejarah [survey], b) karya [works], dan c) genre
sastra.
Pengembangan dari tiga aspek di atas, secara terperinci, wilayah kajian sastra muslim dapat dipetakan sebagai berikut:
Pengembangan dari tiga aspek di atas, secara terperinci, wilayah kajian sastra muslim dapat dipetakan sebagai berikut:
- Kajian terhadap karya sastra Muslim dalam bentuk teks tulisan "sastra tulisan", dengan berbagai variasi genre, tema [substansi], madzahab bersastra, serta berbagai element intrinsik dan ekstrinsik lainnya.
- Kajian terhadap karya sastra Muslim dalam bentuk teks lisan atau "sastra lisan", dengan berbagai variasi genre, tema [substansi], madzahab bersastra, serta berbagai element intrinsik dan ekstrinsik lainnya.
- Kajian terhadap "aktivitas bersastra", terutama a) aspek proses kreatif dan aspek produksi, b) proses apresiasi sastra, proses kritik sastra, dan lainnya
- Kajian terhadap aspek "sejarah teks dan aktivitas "bersastra", baik dalam batasan sejarah wilayah, tematis, maupun dalam konteks global atau dunia; kajian ini serupa dengan kajian survey diakronis dan sinkronis
- Kajian terhadap proses pendidikan dan pembelajaran sastra, baik pada institusi pendidikan formal maupun non formal, terutama masyarakat
- Kajian terhadap hubungan antara karya sastra dengan masyarakat [dan industri]; seperti muncul dalam berbagai kajian, misalnysa, dalam sosiologi sastra.
Wilayah kajian di atas bersifat fleksibel dan dapat dirinci lagi lebih detail
lagi.
III.
Metodologi studi sastra
Metode penelitian digunakan dengan tujuan antara lain
agar kajian menjadi lebih terarah, agar kajian lebih valid dan objektif dan
oleh karenanya agar kajian lebih bisa dipercaya atau reliabel. Harus diingat
bahwa kedudukan metode adalah sekedar alat atau cara untuk membantu peneliti
melakukan kajian secara lebih baik. Jadi metode penelitian bukanlah tujuan, dan
oleh karenanya tidak penjerat atau pengungkung peneliti.
Beberapa metode penelitian sastra:
1.
Close reading
Close reading atau membaca secara cermat dan mendetil
sering tidak dianggap seabagai suatu metode penelitian, melainkan sekedar
kegiatan pra penelitian yang harus dilakukan oleh setiap peneliti yang
menggunakan metode apapun.
Dasar pemikiran close reading adalah bahwa tatkala
membaca suatu teks pembacaan yang pertama tidak akan menghasilkan interpretasi
yang baik.pembacaan berulang dengan mencermati setiap jengkal teks (close)
barulah akan menghasilkan interpretasi yang komperhensif.
2.
Analisis isi / konten
Analisis ini sering juga disebut analisi konten. Menurut Barelson
dalam Zuchdi, analisis konten
adalah suatu teknik penelitian untuk menghasilkan deskripsi yang objektif dan
sistematik mengenai isi yang terkandung dalam media komunikasi. Analisis konten
juga dimaknai sebagai teknik yang sistematis untuk menganalisis makna pesan dan
cara mengungkapkan pesan.
Analisis konten bertujuan untuk :
a.
Mendeskripsikan
kencenderunagan isi komunikasi.pesan
b.
Melacak perkembangan ilmu
c.
Menyingkap perbedaan
dalam isi komunikasi .pesan
d.
Menampakkan teknik
propaganda
e.
Menemukan keisitimewaan
gaya
f.
Mengidentifikasikan
maksud dan sifat penulis.
3.
Analisis wacana
Secara umum wacana dimengerti sebagai
pernyataan-pernyataan. Seorang ilmuwan michael stubbs menyatakan bahwa wacana
memiliki karakteristik sebagai berikut, (a) memberi perhatian terhadap
penggunaan bahasa (b) memberi perhatian pada hubungan antara bahasa masyarakat
dan (c) memberi perhatian terhadap
perangkat interkatif dialogis dari komunikasi sehari-sehari. Pembaca
dapat melacak detil dari analisis tekstual yang mendalam seperti banyak
diterapkan pada pada penelitian sosial.
4.
Survei
Tidak semua penelitian sastra memposisikan teks sebagai
subjek penelitian. Dalam penelitian dengan fokus pembaca, subjek penelitiannya
adalah respon pembaca terhadap teks. Analisis yang dipilih biasanya deskriptif
kualitatif, yakni mengkategorisasikan dan menjelaskan respon pembaca terhadap
teks yang dibaca.
5.
Wawancara mendalam
Wawancara sering diperlakukan sebagai suatu teknik
pengambilan data tetapi pada kala lain ia bisa diperlakukan sebagai suatu
metode penelitian. Dalam penelitian berfokus penulis atau pembaca (dengan
jumlah kecil ), wawancara atau wawancara mendalam merupakan metode yang tepat.
Melalui wawancara, peneliti meminta penulis menyampaikan maksud dan tujuan
menuliskan karya yang ditulisnya,serta hal-hal yang terkait dengan intensitas
tersebut.
6.
Kajian bandingan
(komparatif)
Sastra bandingan sering disebut sebagai akhir perjalanan.
Kajian sastra bandingan adalah kajian sastra lintas budaya, lintas disipliner
dan paling memiliki kepedulian pada pola hubungan karya sastra lintas waktu dan
lintas tempat.
Peneliti membandingkan unsur-unsur,isu, pola, sturuktur
dari suatu teks yang berasal dari kultur atau kala waktu yang berbeda untuk
menemukan persamaan atau perbedaannya. Lebih jauh dari itu peneliti bisa
melacak hal-hal apa yang menyebabkan persamaan atau perbedaan tersebut,misalnya
pandangan, nilai atau ideologi masyarakat pada kultur atau kala waktu
masing-masing teks itu berasal.
Penutup
Paparan singkat di atas
tentu tidak cukup untuk mengantarkan pembaca untuk
memiliki kemampuan memilih metode penelitian yang tepat.
Seperti dikemukakan d
atas, kecuali kemampuan untuk menentukan fokus
penelitian, diperlukan pengetahuan mengenai teori-teori sastra yang beragam agar dapat memilih landasan teori yang tepat
guna menjawab kegelisahan peneliti.
Baru setelah keduanya
teratasi peneliti dapat menentukan metode penelitian yang sesuai. Diperlukan
pembacaan dan eksplorasi yang berkelanjutan, disertai praktik meneliti yang
tidak henti agar seseorang dapat menemukan metode penelitian yang benar-benar
sesuai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar