Jumat, 11 Mei 2012

karya sastra dalam islam


Pendahuluan
            Karya sastra yang secara majazi merupakan hasil dari kekuatan nalar dan imajinasi tinggi yang begitu kreatif akan tertuang dalam bentuk karya sastra dengan tahapan cipta dan karsa. Bila dikorelasikan dengan sastra, pada intinya proses eksplorasi daya cipta dan fikiran memiliki pengaruh kepada karya sastra yang diciptakan, sehingga unsur-unsur kejiwaan akan mempangruihi terciptanya suatu karya sastra baik dari dampak emotif maupun motif.
Sehingga metodologi studi sastra adalah bagaimana cara kita memahami semua aspek-aspek yang merupakan hasil dari seni kreasi manusia dan berguna untuk memberikan keindahan dan kelembutan dalam hubungan nilai-nilai sebuah karya sastra.
Disini penulis ingin menguraikan beberapa pembahasan yang berkaitan dengan sastra sebagai ilmu. Dimulai dari sejarah perkmbangan sastra, ruang lingkup ilmu sastra, metodologi studi sastra. Sehingga penulis mengharapkan pembaca dapat memahami secara singkat tentang sejarah singkat ilmu sastra hingga perkembangannya sekarang dan peran serta islam dalam perkembangan sastra.


I.                    Sejarah perkembangan sastra sebagai ilmu
Seni telah lama berkembang. Bidang ini juga menjadi bagian dalam perkembangan peradaban Islam. Salah satunya adalah penulisan sastra. Banyak sastrawan bermunculan dengan berbagai karya mereka. Di sisi lain, seni musik pun mendapatkan ruang dan para musisi diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya.
Sastra mulai berkembang saat pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Puncaknya, termasuk dalam perdagangan, terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Al Rasyid dan putranya, Al Ma’mun. Para sastrawan masa itu banyak melahirkan karya besar. Bahkan, mereka juga memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan sastra pada masa pencerahan di Eropa.
Philip K Hitti dalam bukunya History of The Arabs mengatakan, pada masa itu sastra mulai dikembangkan oleh Abu Uthman Umar bin Bahr Al Jahiz. Ia mendapatkan julukan sebagai guru sastrawan Baghdad. Al Jahiz dikenal dengan karyanya yang berjudul Kitab Al Hayawan atau Kitab Hewan. Ini merupakan sebuah antologi anekdot binatang, perpaduan rasa ingin tahu antara fakta dan fiksi. Ia pun menulis karya lain, Kitab Al Bukhala, yang merupakan kajian tentang karakter manusia.
Perkembangan sastra ini kemudian terus berlanjut hingga mencapai masa puncaknya pada sekitar abad ke-10. Bermunculan nama-nama sastrawan yang memiliki pengaruh besar, yaitu Badi Al Zaman Al Hamadhani, Al Tsa’alibi dari Naisabur, dan Al Hariri. Al Hamadhani dikenal sebagai pencipta maqamat, sejenis anekdot yang isinya dikesampingkan oleh penulisnya untuk mengedepankan kemampuan puitisnya. Namun, dari sekitar 400 yang ditulisnya, hanya ada 52 yang masih bisa ditelusuri jejaknya.
Seorang sastrawan lainnya, Al Hariri, lebih jauh mengembangkan maqamat. Ia menjadikan karya-karya Al Hamadhani sebagai model. Melalui maqamat ini, baik Al Hamadhani dan Al Hariri, menyajikan anekdot sebagai alat untuk menyamarkan kritik-kritik sosial terhadap kondisi yang ada di tengah masyarakat.
Menurut Philip K Hitti, sebelum maqamat berkembang, ada sastrawan yang merupakan keturunan langsung Marwan, khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah. Sastrawan itu bernama Abu Al Faraj Al Ishbahani. Ia lebih dikenal dengan panggilan Al Ishfahani. Abu Al Faraj tinggal di Aleppo, Suriah, untuk menyelesaikan karya besarnya, Kitab Al Aghni. Ini merupakan sebuah warisan puisi dan sastra yang berharga. Buku ini juga dianggap sebagai sumber utama untuk mengkaji peradaban Islam.
Sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun, menyebut karya Abu Al Faraj sebagai catatan resmi bangsa Arab. Bahkan, saking berharganya karya itu, sejumlah figur ternama dalam pemerintahan, seperti Al Hakam dari Andalusia, mengirimkan seribu keping emas kepada Abu Al Faraj sebagai hadiah. Sebelum pertengahan abad ke-10, draf pertama dari sebuah karya yang kemudian dikenal dengan Alf Laylah wa Laylah (Seribu Satu Malam) disusun di Irak. Acuan utama penulisan draf ini dipersiapkan oleh Al Jahsyiyari.
Awalnya, ini merupakan karya Persia klasik, Hazar Afsana. Karya itu berisi beberapa kisah yang berasal dari India. Lalu, Al Jahsyiyari menambahkan kisah-kisah lain dari penutur lokal. Sastrawan lain yang kemudian muncul pada masa Abbasiyah adalah Abu Al Tayyib Ahmad Al Mutanabbi. Banyak kalangan menganggap bahwa ia merupakan sastrawan terbesar.
Abu al-’Ala al-Ma’arri yang hidup antara 973 hingga 1057 Masehi merupakan sosok lainnya. Ia menjadi salah satu rujukan para sarjana Barat. Puisi-puisi yang ia ciptakan menunjukkan adanya perasaan pesimis dan skeptisme pada zaman ia hidup. Perkembangan sastra ini juga memberikan pengaruh kepada Spanyol.
Dalam konteks ini, tak ada penulis Barat yang mengungkapkan ketertarikan Eropa terhadap sastra Arab dalam bentuk yang lebih dramatis dan puitis dibandingkan penyair asal Inggris William Shakespeare. Hal menarik yang diciptakan Shakespeare adalah Pangeran Maroko yang merupakan salah satu tokoh agung dalam The Merchant of Venice. Pangeran Maroko dibuat dengan meniru Sultan Ahmed al-Mansur yang agung yang menunjukkan martabat kerajaan.
II.                  Objek kajian sastra
Objek kajian sastra dalam penelitian kesusastraan sesungguhnya begitu komperhensif. Barangkali juga, selama manusia memerlukan sastra, selama itu pula terbuka peluang bagi siapa pun untuk melakukan penelitian terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan keberadaan sastra.
Sedangkan Objek kajian dari Sastra Muslim terdiri dari dua aspek, yakni 1) teks [tulisan dan lisan dengan berbagai variasinya], dan 2) aktivitas bersastra [proses kreatif dan perform]. Oleh karena itu, wilayah kajian sastra muslim terkait dengan dua aspek di atas. Sebagian pakar membagi wilayah kajian sastra [muslim] menjadi tiga aspek yakni a) sejarah [survey], b) karya [works], dan c) genre sastra. 
       
      Pengembangan dari tiga aspek di atas, secara terperinci, wilayah kajian sastra muslim dapat dipetakan sebagai berikut:
  1. Kajian terhadap karya sastra Muslim dalam bentuk teks tulisan "sastra tulisan",  dengan berbagai variasi genre, tema [substansi], madzahab bersastra, serta berbagai element intrinsik dan ekstrinsik lainnya.
  2. Kajian terhadap karya sastra Muslim dalam bentuk teks lisan atau "sastra lisan", dengan berbagai variasi genre, tema [substansi], madzahab bersastra, serta berbagai element intrinsik dan ekstrinsik lainnya.
  3. Kajian terhadap "aktivitas bersastra", terutama a) aspek proses kreatif dan aspek produksi, b) proses apresiasi sastra, proses kritik sastra, dan lainnya
  4. Kajian terhadap aspek "sejarah teks dan aktivitas "bersastra", baik dalam batasan sejarah wilayah, tematis, maupun dalam konteks global atau dunia; kajian ini serupa dengan kajian survey diakronis dan sinkronis
  5. Kajian terhadap proses pendidikan dan pembelajaran sastra, baik pada institusi pendidikan formal maupun non formal, terutama masyarakat
  6. Kajian terhadap hubungan antara karya sastra dengan masyarakat [dan industri]; seperti muncul dalam berbagai kajian, misalnysa, dalam sosiologi sastra.
      Wilayah kajian di atas bersifat fleksibel dan dapat dirinci lagi lebih detail lagi. 
III.                Metodologi studi sastra
Metode penelitian digunakan dengan tujuan antara lain agar kajian menjadi lebih terarah, agar kajian lebih valid dan objektif dan oleh karenanya agar kajian lebih bisa dipercaya atau reliabel. Harus diingat bahwa kedudukan metode adalah sekedar alat atau cara untuk membantu peneliti melakukan kajian secara lebih baik. Jadi metode penelitian bukanlah tujuan, dan oleh karenanya tidak penjerat atau pengungkung peneliti.
Beberapa metode penelitian sastra:
1.      Close reading
Close reading atau membaca secara cermat dan mendetil sering tidak dianggap seabagai suatu metode penelitian, melainkan sekedar kegiatan pra penelitian yang harus dilakukan oleh setiap peneliti yang menggunakan metode apapun.
Dasar pemikiran close reading adalah bahwa tatkala membaca suatu teks pembacaan yang pertama tidak akan menghasilkan interpretasi yang baik.pembacaan berulang dengan mencermati setiap jengkal teks (close) barulah akan menghasilkan interpretasi yang komperhensif.
2.      Analisis isi / konten
Analisis ini sering juga disebut analisi konten. Menurut Barelson dalam Zuchdi,  analisis konten adalah suatu teknik penelitian untuk menghasilkan deskripsi yang objektif dan sistematik mengenai isi yang terkandung dalam media komunikasi. Analisis konten juga dimaknai sebagai teknik yang sistematis untuk menganalisis makna pesan dan cara mengungkapkan pesan.
Analisis konten bertujuan untuk :
a.      Mendeskripsikan kencenderunagan isi komunikasi.pesan
b.      Melacak perkembangan ilmu
c.       Menyingkap perbedaan dalam isi komunikasi .pesan
d.      Menampakkan teknik propaganda
e.      Menemukan keisitimewaan gaya
f.        Mengidentifikasikan maksud dan sifat penulis.
3.      Analisis wacana
Secara umum wacana dimengerti sebagai pernyataan-pernyataan. Seorang ilmuwan michael stubbs menyatakan bahwa wacana memiliki karakteristik sebagai berikut, (a) memberi perhatian terhadap penggunaan bahasa (b) memberi perhatian pada hubungan antara bahasa masyarakat dan (c) memberi perhatian terhadap  perangkat interkatif dialogis dari komunikasi sehari-sehari. Pembaca dapat melacak detil dari analisis tekstual yang mendalam seperti banyak diterapkan pada pada penelitian sosial.
4.      Survei
Tidak semua penelitian sastra memposisikan teks sebagai subjek penelitian. Dalam penelitian dengan fokus pembaca, subjek penelitiannya adalah respon pembaca terhadap teks. Analisis yang dipilih biasanya deskriptif kualitatif, yakni mengkategorisasikan dan menjelaskan respon pembaca terhadap teks yang dibaca.
5.      Wawancara mendalam
Wawancara sering diperlakukan sebagai suatu teknik pengambilan data tetapi pada kala lain ia bisa diperlakukan sebagai suatu metode penelitian. Dalam penelitian berfokus penulis atau pembaca (dengan jumlah kecil ), wawancara atau wawancara mendalam merupakan metode yang tepat. Melalui wawancara, peneliti meminta penulis menyampaikan maksud dan tujuan menuliskan karya yang ditulisnya,serta hal-hal yang terkait dengan intensitas tersebut.
6.      Kajian bandingan (komparatif)
Sastra bandingan sering disebut sebagai akhir perjalanan. Kajian sastra bandingan adalah kajian sastra lintas budaya, lintas disipliner dan paling memiliki kepedulian pada pola hubungan karya sastra lintas waktu dan lintas tempat.
Peneliti membandingkan unsur-unsur,isu, pola, sturuktur dari suatu teks yang berasal dari kultur atau kala waktu yang berbeda untuk menemukan persamaan atau perbedaannya. Lebih jauh dari itu peneliti bisa melacak hal-hal apa yang menyebabkan persamaan atau perbedaan tersebut,misalnya pandangan, nilai atau ideologi masyarakat pada kultur atau kala waktu masing-masing teks itu berasal.

Penutup

Paparan singkat di atas tentu tidak cukup untuk mengantarkan pembaca untuk
memiliki kemampuan memilih metode penelitian yang tepat. Seperti dikemukakan d
atas, kecuali kemampuan untuk menentukan fokus penelitian, diperlukan pengetahuan mengenai teori-teori  sastra yang beragam  agar dapat memilih landasan teori yang tepat guna menjawab kegelisahan peneliti.
Baru setelah keduanya teratasi peneliti dapat menentukan metode penelitian yang sesuai. Diperlukan pembacaan dan eksplorasi yang berkelanjutan, disertai praktik meneliti yang tidak henti agar seseorang dapat menemukan metode penelitian yang benar-benar sesuai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar